Buka Buku 32: Raja Demak Dan Walisanga Keturunan Cina?

Standar

 

TUANKU RAO

Raden Patah dikenal juga dengan nama Panembahan Jimbun. Konon karena dia adalah keturunan Cina, yang bernama asli Jin Bun, sebuah bahasa Tionghoa dialek Yunnan yang berarti “orang kuat.”

Begitulah yang kudapatkan dari buku “Tuanku Rao” susunan Mangaraja Onggang Parlindungan. Sebuah buku yang puluhan tahun silam sempat menjadi kontroversi karena memaparkan bahwa para Sultan Demak dan para Wali adalah keturunan Cina.

Selain Raden Patah yang bernama asli Jin Bun, Pati Unus yang menjadi raja Demak ke dua pun konon bernama asli Yat Sun. dan Sultan Trenggono, raja Demak ketiga, bernama asli Tung Ka Lo. Begitu pun dengan Sunan Kalijaga, ia adalah seorang kapiten Tionghoa di Semarang dengan nama asli Gan Si Cang. Sedangkan Sunan Ngampel bernama asli Bong Swi Hoo. Sunan Kudus yang nama kecilnya Ja’far Shadiq, bernama Ja Tik Su. Sementara Sunan Gunung Jati bernama asli Toh A Bo. Sunan Giri dan Sunan Bonang merupakan keturunan Tionghoa yang sudah tak bisa lagi berbahasa Tionghoa, karena lama diasuh oleh Bong Swi Hoo alias Sunan Ampel.

Menurut Mangaraja Onggang Parlindungan, pada tahun 1928, Residen Poortman yang saat itu menjabat Adviseur voor Indlandsche Zaken van het Binnenlandhsch Bestur (pejabat penasehat untuk masalah pribumi departemen pemerintahan dalam negeri) di Batavia telah mendapat tugas dari pemerintah Belanda untuk menyelidiki kebenaran tentang Raden Patah adalah seorang keturunan Tionghoa.

Pada tahun itu juga, Residen Poortman berangkat ke Semarang. Pada waktu itu di Semarang tengah berkobar pemberontakan orang-orang komunis, hingga menurut Parlindungan, Residen Poortman mendapat alasan untuk menggeledah klenteng Sam Po Kong di Semarang. Dengan bantuan polisi Residen Poortman berhasil melakukan rencananya, dan dari klenteng tersebut ia telah berhasil mengangkut semua tulisan Tionghoa yang tersimpan di dalamnya, sebanya tiga pedati.

Tulisan-tulisan tersebut ada yang telah berumur lebih dari empat abad. Oleh Residen Poortman telah dijadikan menunaikan tugasnya, bahwa identitas asli Raden Patah adalah keturunan Tionghoa bernama asli Jin Bun.

Hasil penelitian Residen Poortman tersebut termuat dalam mukadimah prasaran yang disampaikannya pada pemerintah Belanda. Sekalipun prasaran itu disampaikan dalam bentuk cetakan, tetapi hanya dicetak lima eksemplar, masing-masing diberi tanda angka. Dimaksudkan terutama untuk Perdana Menteri Colijn, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Menteri Jajahan, dan Arsip Negara di Rijswick, Den Haag. Dalam prasaran itu juga diberi tanda GZG, singkatan dari Geheim Zeer Geheim, artinya sangat rahasia. Ditambah dengan keterangan “uitsluitend voor Dienstgebruik ten kantore” yang berarti “hanya boleh digunakan di kantor saja.”

Menurut Parlindungan, atas permintaan Residen Poortman sendiri, hasil penelitian itu tetap dirahasiakan oleh pemerintah Hindia Belanda. Hanya boleh digunakan di kantor oleh pejabat-pejabat tertentu saja, demi ketentraman Pulau Jawa. Sebab jika hasil itu diketahui umum, dikhawatirkan akan menimbulkan kegoncangan di masyarakat Islam pulau Jawa.

Dan kesimpulan dari Residen Poortman itulah yang kemudian dijadikan lampiran pada buku “Tuanku Rao”. Buku yang sesungguhnya menuliskan kisah Pangkinangolngolan Sinambela gelar Tuanku Rao, tentang peranannya dalam pengislaman di Tanah Batak pada tahun 1816-1833.

Namun dalam lampiran XXXI, berjudul “Peranan Orang-orang Tionghwa/Islam/Hanafi didalam perkembangan agama Islam di pulau Jawa.” Sebuah bahan yang kemudian menjadi rujukan  pendapat bahwa Raden Patah dan Para Wali adalah keturunan Tionghoa.

oleh Nassirun Purwokartun pada 3 Agustus 2011 pukul 11:19 ·

Tinggalkan komentar